SEKILAS INFO
: - Kamis, 12-09-2024
  • 12 bulan yang lalu / Masa Penginputan Kartu Rencana Studi (KRS) dimulai tanggal 20 Agustus 2023 s/d 24 September 2023
Sumsel: Sinergitas dan Kemaslahatan Ibadah Jama’ah haji

Salam Khidmat, Darul Abror, M.Pd.I,  (Wakil Ketua III, Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama)

 

“Membaca dari berita utama Sumeks terkait belum adanya payung hukum untuk kuota pendamping kelompok bimbingan ibadah haji bagi jama’ah, “saya melihat perlunya sinergitas sistem yang dibangun oleh pemangku kebijakan bersama kelompok bimbingan ibadah haji, karena indikatornya bukan hanya jama’ah bisa melaksanakan ibadah haji sesuai syarat dan rukunnya saja, akan tetapi pertimbangan lain yang juga penting adalah kenyamanan dan kemantepan jama’ah dalam melaksanakan ibadah haji”    

Sesuai dengan ketegasan peraturan pemerintah (PP) 79/ 2012 tentang haji, pemerintah tidak mempunyai dasar bagi pemerintah untuk  menyiapan kuota khusus pendamping kelompok bimbingan ibadah haji. “kelompok bimbingan ibadah haji hanya diperbolehkan melakukan bimbingan selama di Tanah Air” (Sumeks, 14/06/16).

Tentunya, peraturan yang dibuat oleh pemangku kebijakan di atas sudah dengan berbagai pertimbangan yang matang yang sesuai dengan kebutuhan dan kebijakan dalam ruang lingkup nasional dan internasional. dalam ruang lingkup nasional sendiri, baik secara struktural maupun yang lain, secara struktural tentunya pemangku kebijakan memiliki fungsi dan tanggung jawab yang jelas terkait penyelenggaran ibadah haji, baik dalam urusan planning, implementasi, lebih-lebih dalam pertanggung jawabannya kepada pemangku kebijakan pusat dan publik umumnya, atau secara teknis dan mekanisme lain yang sudah disesuaikan dengan kebutuhan publik atau calon jama’ah. dimaksudkan adalah boleh dibilang hal yang wajar dan mempermudah instansi dalam mengorganisir jama’ah. selain itu, fungsi dari pemangku kebijakan juga menjadi lebih besar dalam mengorganisir jama’ah baik ketika mulai pemberangkatan, pelaksanaan dan penjemputannya, sehingga dengan kebijakan satu pintu yang disatukan ini bisa menjadi bagian upaya dalam mempermudah pelaksanaan secara adminstratif, organisatoris dan lebih penting lagi adalah mempermudah dalam kontrolnya. Dalam ruang lingkup internasional sendiri, kuota juga sudah ditentukan jumlahnya tiap tahun kepada seluruh negara terutama di Indonesia.

Disisilain, pertimbangan lain khususnya bagi jama’ah adalah selain menjadi satu kebijakan yang menuntut kemandirian dalam hal ubudiyah bagi jama’ah baik secara psikologis maupun sosilogis dalam implementasinya, hal ini juga bisa menjadi problematika yang serius tentunya yang kebetulan dari awal sudah terbiasa dibimbing oleh kyai atau petugas dari kelompok bimbingan ibadah haji sebelum pemberangkatan, dari teknis, mekanisme dan tatacara ibadah yang di ajarkan dalam pelaksanaan ibadah haji tersebut. dan jika dikatakan oleh pengamat haji dari uin syarif hidayatullah jakarta (Dadi Mardadi) perlunya dipertimbangkan kembali  kebijakan tersebut karena tidak sedikit keluhan dai jama’ah dari pemerintah masih kwalahan mengurusi satu kloter saja ketika di lapangan, disisilain pertimbanganya adalah bagi kelompok bimbingan ibadah haji yang jama’ahnya sudah sampai ribuan.

Pertimbangan yang  harus dipandang penting juga adalah tidak semua calon jam’ah haji  dari Indonesia memiliki pengetahuan, pengalaman dan kompetensi yang mumpuni dalam bidang ubudiyah maupun dalam bidang tehnis dan mekanisme dilapangan. hal ini menjadi sulit jika kelompok bimbingan ibadah haji tidak diikutsertakan dalam pelaksanaannya, karena selain mengetahui jumlahnya, tentunya dalam aspek psikologis juga mengetahui karakter masing-masing jama’ah, sehingga mempermudah mengarahkan dan mengorganisir jama’ah tersebut, pada aspek sosiologisnya, kebiasaan dan watak dari jama’ah yang multi dan kompleks, hal ini tentunya menjadi pertimbangan  serius dalam pelaksnaan ibadah bagi calon jama’ haji. Selain itu, dalam bidang soft skill jama’ah, salah satu contohnya adalah kemampuan berbahasa arab atau berbahasa inggris setiap jama’ah masih sangat rendah, hal in juga menjadi pertimbangan juga ketika pendamping dari kelompok bimbingan ibadah haji tidak di ikutsertakan dalam kuota.

Untuk itu, sangat penting jika terdapat kemaslahatan yang merata dan kompleks baik bagi pemangku kebijakan maupun bagi kelompok bimbingan ibadah haji dan khususnya bagi calon jama’ah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mensinergikan kebijakan yang ada dengan kebutuhan jama’ah ataupun kelompok bimbingan ibadah haji itu sendiri. Pertama,  tentunya dapat dilakukan dengan  adanya persamaan persepsi yang sesuai dengan visi dan misi dari pemangku kebijakan, kelompok bimbingan ibadah haji dan khususnya dari calon jama’ah itu sendiri. Kedua, menentukan indikator  bagi pelaksanaan ibadah haji yang lebih fokus pada kemaslahatan dan kenyamanan ibadah  calon jama’ah yang tidak memberatkan pihak lain, baik pada pihak kedua maupun pihak ketiga, hal ini dapat dilakukan dengan penyusunan pedoman ibadah haji dengan melibatkan berbagai pihak yang berkecimpung dalam pelaksanaan ibadah haji tersebut. Ketiga,  adanya komunikasi yang asertif dan komitmen yang tinggi terhadap hasil mufakat yang telah dibangun dengan tetap memprioritaskan kemasahatan bagi ibadah calon jama’ah. Semoga bermanfaat. Barakallah.

Bagikan :

2 komentar

Suh4die, Rabu, 2 Agu 2017

Boleeh….!!!

Balas

Budi, Minggu, 17 Sep 2017

Sip…🙏🙏🙏

Balas

TINGGALKAN KOMENTAR

Data Kampus

IAIN ASH-SHIDDIQIYAH

NSPTI : 347446868

Jalan Lintas Timur KM.123
KEC. Lempuing Jaya
KAB. Ogan Komering Ilir
PROV. Sumatera Selatan
KODE POS 30652

Kalender Masehi

September 2024
S S R K J S M
 1
2345678
9101112131415
16171819202122
23242526272829
30