PENINGKATAN KUALITAS SEKOLAH
MELALUI PROGRAM UNGGULAN
Lempuing, Oktober 2015
Oleh : AHMAD ROJALI, M.Pd.
Alamat : Jln Raya Lintas Timur Desa Tebingsuluh
Kp. V Rt 20 Kec Lempuing Kab OKI
Email : ahmad.rojali87@gamil.com
Hp. O85219145446
ABSTRAK
Program unggulan lahir dari sebuah kainginan untuk memiliki sekolah yang mampu berprestasi di tingkatan nasional dan internasional dalam penguasan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditunjukan oleh akhlakul karimah. Pada dasarnya sekolah unggulan merupakan sekolah yang memiliki kelebihan (unggul) di bidang tertentu baik bidang administrasi, akademis, bahasa, agama dan keterampilan lainnya (Skill life) maka jika dalam sebuah lembaga memiliki sebuah kelebihan salah satu saja dibidang pembelajaran atau keterampilan sudah biasa disebut sekolah unggulan.
ABSTRACT
Flagship program was born from a want to have a school that is able to excel at national and international level in the mastery of science and technology shown by akhlakul karimah. Basically flagship school is a school that has the advantages of (superior) in specified areas of good administration, academic, language, religion and other skills (life skills) then if the body has an excess any one field of learning or skill has been commonly referred to school seed.
Kata Kunci : Perogram Unggulan sekolah
PENDAHULUAN
Proses pendidikan sebenarnya telah berlangsung lama, yaitu sepanjang sejarah Manusia itu sendiri, dan seiring pula dengan perkembangan sosial budayanya. Secara umum memang aktivitas pendidikan sudah ada sejak manusia diciftakan, betapapun sederhana bentuknya manusia memang memerlukan pendidikan. Sebab manusia bukan termasuk makhluq instinktif.
Pendidikan dapat dilihat sebagai proses bimbingan, yang mempunyai dasar dan tujuan yang terencana dengan jelas. Keterkaitan antara dasar sebagai landasan dan tujuan sebagai target yang akan dicapai, menjadikan proses bimbingan tersebut terangkum sebagai rangkaian aktivitas yang terbentuk dalam suatu sistem. Hal ini mengisyaratkan bahwa pendidikan sebagai sistem terangkai oleh berbagai komponen pendukung, yang antara satu sama lain tergantung, saling berhubungan dan saling menentukan.
Pendidikan Nasional memiliki tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan Manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa pada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab terhadap kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan Pendidikan yang begitu luas tersebut memerlukan dukungan nyata dari semua pihak, baik dari pihak Pemerintah maupun dari pihak Masyarakat. ( Departemen Agama RI, 1998 : 1)
Dalam pelaksanaan pendidikan selalu mengalami perubahan, baik kurikulum maupun kebijakan pemerintah yang lainnya, antara lain:
- Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu.
- Meningkatkan kemampuan akademik dan propesional, serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan.
- Melakukan pembaharauan sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum, berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik, yang berlaku Nasional dan Lokal sesuai dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara propfesional.
- Memberdayakan lembaga pendidikan baik melalui jalur sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan Nilai, Sikap dan Kemampuan.
- Melakukan pembaharuan dan pemantapan sisten pendidikan Nasional berdasarkan prinsip disentralisasi ekonomi keilmuan dan manajemen.
- Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan.
- Mengembangkan kualitas Sumber Daya Manusia sedini mungkin.( Yadi Rochyadi, 2004:1-2
Dari implikasi kebijakan pendidikan, maka akan dilakukan penyempurnaan sistem pendidikan dengan menintik beratkan pada:
- Pelaksanaan otonomi pengelolaan pendidikan.
- Pelaksanaan wajib belajar.
- Pengembangan dan pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi.
- Penyelenggaraan sistem pendidikan yang terbuka.
- Peningkatan propesionalisme tenaga kependidikan.
- Penyediaan sarana belajar yang memadai.
- Pembiayaan pendidikan yang berkeadilan
- Pemberdayaan peran serta masyarakat.
- Pengawasan, evaluasi dan akreditasi pendidikan.
Bagi Sekolah Dasar, SLTP, SLTA dan atau yang sederajat hal ini tak dapat disangkal lagi karena telah memiliki andil yang cukup besar dalam mewujudkan tujuan Pendidikan Nasional baik dalam Imtak maupun Iptek.
Perwujudan tujuan Pendidikan Nasional melalui jalur sekolah diperlukan sistem dan program pendidikan yang bermutu tinggi, dan tentu juga perlu didukung dengan sarana dan prasarana yang lainnya, termasuk tenaga kependidikan yang propesional. Seorang Pendidik yang propesional harus penuh dengan syarat: (H. Jalaludin, 2001 : 1)
- Menguasai Variasi serta methode mengajar;
- Memiliki rasa sabar;
- Mampu menguasai fenomena kehidupan, sehingga mengalami berbagai kecenderungan dunia beserta dampak yang akan timbul bagi peserta didik, hal ini sesuai dengan tujuan Pendidikan Nasional.
Guru merupakan sebagai pengajaran/pendidik, di era informasi ini sumber-sumber pembelajaran mudah diperoleh karena pesatnya kemajuan tekhnologi dan derasnya arus informasi, namun keberadaan guru-guru sebagai tenaga pengajar sangat dominan dalam menentukan keberhasilan pendidikan, tugas guru bukan hanya mentranseper ilmu pengetahuan saja, melainkan juga membantu siswa dalam melapangkan jalan menuju perubahan.
Dalam memberikan pelajaran, guru harus menggunakan pendekatan psikologi kejiwaan berdasarkan tingkat perkembangan emosi anak. Pendekatan pembelajaran ini tidak dapat digantikan oleh tekhnologi apapun walaupun sumber-sumber pembelajaran banyak tersedia untuk diperoleh baik melalui media cetak maupun media elektronik.
Syarat psikologi yang dilengkapi bagi seorang guru bukan hanya penguasaan ilmu pedagogis dan ilmu murni yang diajarkannya, namun juga meliputi motivasi kompetensi propesionalismenya sesuai dengan perkembangan jaman. Apabila di era informasi ini guru tidak dapat mengembangkan kompetensinya dalam penguasaan tekhnologi dan menyerap arus informasi, maka akan timbul kesenjangan antara harapan guru dan siswa.
Dalam upaya pembinaan Sekolah diperlukan adanya penilaian mutu pendidikan, mutu pendidikan dinilai dari hasilnya sehingga sistem pendidikan dinilai efektif dan efisien.
PEMBAHASAN
Pada zaman dulu sekolah unggulan belum ada, istilah ini baru ada sejak dasawarsa sekarang ini. Pada saat sekarang kita menyaksikan makin maraknya bermunculan sekolah-sekolah unggulan, terutama di Pulau Jawa. Masalahnya, benarkah sekolah unggulan seperti itu memang benar-benar mampu menjawab masalah pendidikan di Indonesia ? Mungkin secara kuantitatif ok, tetapi secara kualitatif sepertinya belum. Sebab sekolah ini memiliki ciri-ciri yang hampir sama yaitu; elitis, mahal, dan eksklusif.
Tetapi semua ini memang sebuah pilihan. Kalau kita memilih pemerataan maka soal kualitas menjadi sulit diangkat, tetapi kalau memilih kuantitas sebagai fokus maka resikonya memang sulit untuk dibuat massal dan menjangkau lapisan yang lebih luas.
Berbicara soal alasan mereka membuat sekolah unggulan ada banyak motifnya. Para pengelola sekolah unggulan atau sekolah alternatif ini sesungguhnya tidak serta merta mendirikan lembaga pendidikan yang kemudian dikenal sebagai sekolah unggulan. Mereka sebelumnya mengamati lebih dahulu kemudian menemukan adanya berbagai masalah mendasar dalam pendidikan kita, kemudian mencari alternatif untuk mengatasinya.
Ada yang melihat bagaimana selama ini anak didik atau peserta didik tersiksa oleh kurikulum dan oleh sistem kelas sehingga kegembiraan mereka terampas oleh mata pelajaran. Ada yang melihat bagaimana dalam memproses pendidikan terjadi ketidaksesuaian antara suasana bermain dengan suasana belajar, atau terjadi ketidakseimbangan antara pemberian ilmu agama dan ilmu umum.
Ada pula yang berpendapat bahwa ilmu, pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan yang diberikan kepada anak didik terlalu terkotak-kotak dan terlepas dari kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu mereka mendirikan sekolah unggulan dengan tujuan mengintegrasikan semua itu.
Lantas pula ada yang melihat lemahnya pelayanan perpustakaan sekolah, padahal perpustakaan sekolah merupakan sarana dan tempat mencari ilmu yang strategis, dengan demikian sekolah unggulan yang mereka kelola sangat mementingkan fasilitas perpustakaan dan mendorong agar anak didik aktif membaca dan menambah ilmu sendiri.
Program unggulan pada awalnya diberikan kepada sekolah-sekolah setingkat SMA dan atau yang sederajat, dimana tingkat SLTA itu diberikan kesempatan untuk membuat kelas-kelas unggulan yang murid-muridnya memang murid pilihan, itupun tidak semua SMA diberi kesempatan hanya beberapa SMA yang dipandang mampu dan setiap SMA pun diberi jatah hanya 1-2 kelas.
Pada perkembangannya, program unggulan ini tidak hanya dilaksanakan oleh sekolah-sekolah tertentu yang telah ditunjuk namun sudah meluas ke berbagai sekolah, bahkan saat ini sudah mulai dari tingkat pendidikan dasar ada yang menamakan Sekolah Terpadu.
Sekolah unggulan yang kebanyakan saat ini adalah sekolah yang memiliki keunggulan dibidang akademis, sosial, emosional dan unggulan spiritual. (Arief Rachman, 2004 : 16 )
Sekolah Unggulan ini memadukan antara sistem sekolah biasa ditambah dengan program khusus yang menjadi ciri masing-masing sekolah. Misalnya SD Islam Unggulan (SDIU). SDIU ini memadukan dengan program khusus yang menjadi ciri masing-masing sekolah., artinya pada jam-jam pelajaran biasa pelajaran yang disampaikan sesuai dengan jadual sekolah pada umumnya. Sedangkan siang harinya ditambah dengan pelajaran agama dan pelajaran tambahan lainnya, seperti les Inggeris Day,agro bisnis dan sebagainya. Sering pula sistem ini disebut dengan full day school (sekolah satu hari). Karena murid-murid dipulangkan sore hari.
Sekolah unggulan juga termasuk didalamnya program akselerasi (percepatan). Program ini adalah program percepatan yang dilaksanakan dibeberapa sekolah yang dikembangkan oleh Depdiknas Pusat dengan mempersingkat atau mempercepat masa studi siswa.
Pada program Sekolah Dasar yang seharusnya ditempuh 6 tahun, dengan program tersebut hanya ditempuh 5 tahun. SLTP dan SMU, yang seharusnya 3 tahun, ditempuh hanya 2 tahun. Dengan percepatan itu anak-anak dipacu untuk dapat menyelesaikan sekolahnya dalam waktu singkat.
Dari dikembangkannya sekolah unggulan yaitu untuk meningkatkan mutu sekolah yang bersangkutan sekaligus perintisan pendidikan dan peningkatan kualitas pendidikan.
Melalui sekolah unggulan diharapkan mampu menghasilkan keluaran pendidikan yang memiliki keunggulan dalam:
- Keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;
- Nasionalisme dan patriotisme yang tinggi;
- Motivasi dan komitmen yang tinggi untuk mencapai prestasi dan keunggulan;
- Kepekaan sosial;
- Disiplin yang tinggi ditunjang kondisi pisik yang prima.
Anak didik yang dihasilkan dari sekolah unggulan bukan hanya mengetahui secara benar (To Know), mengamalkan secara benar (To Do), Dapat mempengaruhi dirinya (To Be) dan dapat membangun kebersamaan hidup dengan orang lain (To Live Together). (Abuddin Nata, 2004: 46)
Namun dalam hal ini output berkualitas yang dilakukan oleh program unggulan harus memenuhi beberapa keriteria bagi sekolah unggulan yang harus dikembangkan untuk mencapai keunggulan akan hasil dari proses pendidikan yang dikelola secara efektif dan efisien. Keriteria sebagai Indikator sekolah unggulan, yaitu:
- Memiliki potensi sebagai pusat sumber belajar;
- Memiliki guru yang memadai baik secara kuantitas maupun kualitas;
- Dipimpin oleh kepala sekolah yang dinamis dan proaktif;
- Memiliki ruang kelas dan laboratorium yang memadai;
- Memiliki perpustakaan yang dilengkapi dengan buku referensi yang memadai;
- Memiliki tanah yang luas/memungkinkan untuk diperluas dan;
- Memiliki dukungan yang baik dari masyarakat.
- Langkah Pelaksanaan Sekolah Unggulan
Bagian terpenting dalam penerapan sekolah unggulan yaitu peningkatan manajemen mutu di sekolah, yaitu adanya perencanaan strategis dan pengembangan sekolah serta school review.
School Review adalah suatu proses dimana suatu komonitas sekolah bekerja bersama-sama dengan pihak lain yang relevan untuk meningkatkan efektivitas kebijakan sekolah, program dan pelaksanaannya serta mutu hasil pendidikan.
Secara umum kerangka kerja school review dikelompokan kedalam tiga dimensi yaitu:
- Belajar – Mengajar;
- Kepemimpinan Dan Budaya;
- Manajemen Dan Pengembangan Sekolah
Di rincikan :
- Persiapan guru mata pelajaran
- Pelaksanaan pemberian tugas
- kordinasi
- Penilaian
B. Kendala-Kendala Dalam Pelaksanaan Sekolah Unggulan.
Dari uraian tersebut diatas, maka dapat diketahui beberapa kendala dari pelaksanaan sekolah unggulan. Dari pengalaman penulis sewaktu melihat daerah (Obyek) penelitian, penulis mengambil dari beberapa penilaian indikator dan memberikan kesimpulan:
- Menanyakan terhadap beberapa keahlian dari guru-guru Peraktek, baik dari segi Laboratorium Bahasa, Laboratorium Komputer dan Laboratorium Ilmu Pengetahuan Alam ternyata hanya beberapa prosen keahlian yang dikuasasi oleh guru bersangkutan.
- Pelatihan dan Pendidikan yang tidak terprogram, mengakibatkan kurangnya hasil yang diperoleh dan bahkan hanya menghabiskan anggaran saja.
- Kendala Dari Pusat Sumber Belajar;
Berbicara mengenai potensi pusat sumber belajar, hal ini sebenarnya bagi seluruh sekolah unggulan secara otomatis sudah menjadi pusat sumber belajar dalam peningkatan kualitas, namun ada beberapa kendala yang ditemui dilapangan, antara lain:
- Memiliki guru yang memadai baik secara kuantitas maupun kualitas;
Guru yang telah memiliki keahlian tertentu, minta mutasi ke Sekolah lain untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi.
- Dipimpin oleh kepala madrasah yang dinamis dan proaktif;
Seorang pemimpin sangat menentukan (mendominasi), keberhasilan berdasarkan langkah-langkah yang ditempuh, namun dalam hal ini seorang pemimpin menjadi kepala sekolah hanya kebanyakan diambil dari kedekatan guru dengan penentu kebijakan bukan yang diambil dari Leadershif.
Kualitas manusia Indonesia rendah telah menjadi berita rutin. Setiap keluar laporan Human Development Index, posisi kualitas SDM kita selalu berada di bawah. Salah satu penyebab dan sekaligus kunci utama rendahnya kualitas manusia Indonesia adalah kualitas pendidikan yang rendah. Kualitas sosial-ekonomi dan kualitas gizi-kesehatan yang tinggi tidak akan dapat bertahan tanpa adanya manusia yang memiliki pendidikan berkualitas.
Negeri ini sedang berjuang keras untuk meningkatkan kualitas pendidikan, namun hasilnya belum memuaskan. Kini upaya meningkatkan kualitas pendidikan ditempuh dengan membuka sekolah-sekolah unggulan, misal Sekolah Taruna Nusantara. Sekolah unggulan dipandang sebagai salah satu alternatif yang efektif untuk meningkatkan kualitas pendidikan sekaligus kualitas SDM. Sekolah unggulan diharapkan melahirkan manusia-manusia unggul yang amat berguna untuk membangun negeri yang kacau balau ini. Tak dapat dipungkiri setiap orang tua menginginkan anaknya menjadi manusia unggul. Hal ini dapat dilihat dari animo masyarakat untuk mendaftarkan anaknya ke sekolah-sekolah unggulan. Setiap tahun ajaran baru sekolah-sekolah unggulan dibanjiri calon siswa, karena adanya keyakinan bisa melahirkan manusia-masnusia unggul. Benarkan sekolah-sekolah unggulan kita mampu melahirkan manusia-manusia unggul.
Sebutan sekolah unggulan itu sendiri kurang tepat. Kata “unggul” menyiratkan adanya superioritas dibanding dengan yang lain. Kata ini menunjukkan adanya “kesombongan” intelektual yang sengaja ditanamkan di lingkungan sekolah. Di negara-negara maju, untuk menunjukkan sekolah yang baik tidak menggunakan kata unggul (excellent) melainkan effective, develop, accelerate, dan essential (Albers Mohrman, 1994: 81).
Dari sisi ukuran muatan keunggulan, sekolah unggulan di Indonesia juga tidak memenuhi syarat. Sekolah unggulan di Indonesia hanya mengukur sebagian kemampuan akademis. Dalam konsep yang sesungguhnya, sekolah unggul adalah sekolah yang secara terus menerus meningkatkan kinerjanya dan menggunakan sumberdaya yang dimilikinya secara optimal untuk menumbuh-kembangkan prestasi siswa secara menyeluruh. Berarti bukan hanya prestasi akademis saja yang ditumbuh-kembangkan, melainkan potensi psikis, fisik, etik, moral, religi, emosi, spirit, adversity dan intelegensi.
- Konsep Sekolah Unggulan
Sekolah unggulan yang sebenarnya dibangun secara bersama-sama oleh seluruh warga sekolah, bukan hanya oleh pemegang otoritas pendidikan. Dalam konsep sekolah unggulan yang saat ini diterapkan, untuk menciptakan prestasi siswa yang tinggi maka harus dirancang kurikulum yang baik yang diajarkan oleh guru-guru yang berkualitas tinggi. Padahal sekolah unggulan yang sebenarnya, keunggulan akan dapat dicapai apabila seluruh sumber daya sekolah dimanfaatkan secara optimal. Berati tenaga administrasi, pengembang kurikulum di sekolah, kepala sekolah, dan penjaga sekolah pun harus dilibatkan secara aktif. Karena semua sumber daya tersebut akan menciptakan iklim sekolah yang mempu membentuk keunggulan sekolah.
Keunggulan sekolah terletak pada bagaimana cara sekolah merancang-bangun sekolah sebagai organisasi. Maksudnya adalah bagaimana struktur organisasi pada sekolah itu disusun, bagaimana warga sekolah berpartisipasi, bagaimana setiap orang memiliki peran dan tanggung jawab yang sesuai dan bagaimana terjadinya pelimpahan dan pendelegasian wewenang yang disertai tangung jawab. Semua itu bermuara kepada kunci utama sekolah unggul adalah keunggulan dalam pelayanan kepada siswa dengan memberikan kesempatan untuk mengembangkan potensinya. Menurut Profesor Suyanto, program kelas (baca: sekolah) unggulan di Indonesia secara pedagogis menyesatkan, bahkan ada yang telah memasuki wilayah malpraktik dan akan merugikan pendidikan kita dalam jangka panjang. Kelas-kelas unggulan diciptakan dengan cara mengelompokkan siswa menurut kemampuan akademisnya tanpa didasari filosofi yang benar. Pengelompokan siswa ke dalam kelas-kelas menurut kemampuan akademis tidak sesuai dengan hakikat kehidupan di masyarakat. Kehidupan di masyarakat tak ada yang memiliki karakteristik homogen (Kompas, 29-4-2002, h.4)
Bila boleh mengkritisi, pelaksanaan sekolah unggulan di Indonesia memiliki banyak kelemahan selain yang dikemukakan Rektor Universitas Negeri Yogyakarta di atas.
- Sekolah unggulan di sini membutuhkan legitimasi dari pemerintah bukan atas inisiatif masyarakat atau pengakuan masyarakat. Sehingga penetapan sekolah unggulan cenderung bermuatan politis dari pada muatan edukatifnya. Apabila sekolah unggulan didasari atas pengakuan masyarakat maka pemerintah tidak perlu mengucurkan dana lebih kepada sekolah unggulan, karena masyarakat akan menanggung semua biaya atas keunggulan sekolah itu.
- Sekolah unggulan hanya melayani golongan kaya, sementara itu golongan miskin tidak mungkin mampu mengikuti sekolah unggulan walaupun secara akademis memenuhi syarat. Untuk mengikuti kelas unggulan, selain harus memiliki kemampuan akademis tinggi juga harus menyediakan uang jutaan rupiah. Artinya penyelenggaraan sekolah unggulan bertentangan dengan prinsip equity yaitu terbukanya akses dan kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk menikmati pendidikan yang baik. Keadilan dalam penyelenggaraan pendidikan ini amat penting agar kelak melahirkan manusia-manusia unggul yang memiliki hati nurani yang berkeadilan.
- Profil sekolah unggulan kita hanya dilihat dari karakteristik prestasi yang tinggi berupa NEM, input siswa yang memiliki NEM tinggi, ketenagaan berkualitas, sarana prasarana yang lengkap, dana sekolah yang besar, kegiatan belajar mengajar dan pengelolaan sekolah yang kesemuanya sudah unggul. Wajar saja bila bahan masukannya bagus, diproses di tempat yang baik dan dengan cara yang baik pula maka keluarannya otomatis bagus. Yang seharusnya disebut unggul adalah apabila masukan biasa-biasa saja atau kurang baik tetapi diproses ditempat yang baik dengan cara yang baik pula sehingga keluarannya bagus.
Oleh karena itu penyelenggaraan sekolah unggulan harus segera direstrukturisasi agar benar-benar bisa melahirkan manusia unggul yang bermanfaat bagi negeri ini. Bibit-bibit manusia unggul di Indonesia cukup besar karena prefalensi anak berbakat sekitar 2 %, artinya setiap 1.000 orang terdapat 20 anak berbakat (Daniel P dkk 1991: 6-7). Berdasarkan prakiraan Lembaga Demografi UI (1991) penduduk usia sekolah di Indonesia tahun 2000 diperkirakan sebesar 76.478.249, maka kita akan memiliki anak berbakat (baca: unggul) sebanyak 1.529.565 orang. Jumlah ini cukup untuk memenuhi kebutuhan pimpinan dari tingkat nasional, propinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan.
- Restrukturisasi Sekolah Unggulan
Maka konsep sekolah unggulan yang tidak unggul ini harus segera direstrukturisasi. Restrukrutisasi sekolah unggulan yang ditawarkan adalah sebagai berikut:
- Program sekolah unggulan tidak perlu memisahkan antara anak yang memiliki bakat keunggulan dengan anak yang tidak memiliki bakat keunggulan. Kelas harus dibuat heterogen sehingga anak yang memiliki bakat keunggulan bisa bergaul dan bersosialisasi dengan semua orang dari tingkatan dan latar berlakang yang beraneka ragam. Pelaksanaan pembelajaran harus menyatu dengan kelas biasa, hanya saja siswa yang memiliki bakat keunggulan tertentu disalurkan dan dikembangkan bersama-sama dengan anak yang memiliki bakat keunggulan serupa. Misalnya anak yang memiliki bakat keunggulan seni tetap masuk dalam kelas reguler, namun diberi pengayaan pelajaran seni.
- Dasar pemilihan keunggulan tidak hanya didasarkan pada kemampuan intelegensi dalam lingkup sempit yang berupa kemampuan logika-matematika seperti yang diwujudkan dalam test IQ. Keunggulan seseorang dapat dijaring melalui berbagai keberbakatan seperti yanag hingga kini dikenal adanya 8 macan.
- Sekolah unggulan jangan hanya menjaring anak yang kaya saja tetapi menjaring semua anak yang memiliki bakat keunggulan dari semua kalangan. Berbagai sekolah unggulan yang dikembangkan di Amerika justru untuk membela kalangan miskin. Misalnya Effectif School yang dikembangkan awal 1980-an oleh Ronald Edmonds di Harvard University adalah untuk membela anak dari kalangan miskin karena prestasinya tak kalah dengan anak kaya. Demikian pula dengan School Development Program yang dikembangkan oleh James Comer ditujukan untuk meningkatkan pendidikan bagi siswa yang berasal dari keluarga miskin. Accellerated School yang diciptakan oleh Henry Levin dari Standford University juga memfokuskan untuk memacu prestasi yang tinggi pada siswa kurang beruntung atau siswa beresiko. Essential school yang diciptakan oleh Theodore Sizer dari Brown University, ditujukan untuk memenuhi kebutuhan siswa kurang mampu.
- Sekolah unggulan harus memiliki model manajemen sekolah yang unggul yaitu yang melibatkan partisipasi semua stakeholder sekolah, memiliki kepemimpinan yang kuat, memiliki budaya sekolah yang kuat, mengutamakan pelayanan pada siswa, menghargasi prestasi setiap siswa berdasar kondisinya masing-masing, terpenuhinya harapan siswa dan berbagai pihak terkait dengan memuaskan.
Itu semua akan tercapai apabila pengelolaan sekolah telah mandiri di atas pundak sekolah sendiri bukan ditentukan oleh birokrasi yang lebih tinggi. Saat ini amat tepat untuk mengembangkan sekolah unggulan karena terdapat dua suprastruktur yang mendukung.
1, UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dimana pendidikan termasuk salah satu bidang yang didesentralisasikan. Dengan adanya kedekatan birokrasi antara sekolah dengan Kabupaten/Kota diharapkan perhatian pemerintah daerah terhadap pengembangan sekolah unggulan semakin serius.
- 2. adanya UU No. 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004 yang didalamnya memuat bahwa salah satu program pendidikan pra-sekolah, pendidikan dasar dan pendidikan menengah adalah terwujudnya pendidikan berbasis masyarakat/sekolah. Melalui pendidikan berbasis masyarakat/sekolah inilah warga sekolah akan memiliki kekuasaan penuh dalam mengelola sekolah. Setiap sekolah akan menjadi sekolah unggulan apabila diberi wewenang untuk mengelola dirinya sendiri dan diberi tanggung jawab penuh. Selama sekolah-sekolah hanya dijadikan alat oleh birokrasi di atasnya (baca: dinas pendidikan) maka sekolah tidak akan pernah menjadi sekolah unggulan. Bisa saja semua sekolah menjadi sekolah unggulan yang berbeda-beda berdasarkan pontensi dan kebutuhan warganya. Apabila semua sekolah telah menjadi sekolah unggulan maka tidak sulit bagi negeri ini untuk bangkit dari keterpurukannya. Nurkolis, Dosen Akademi Pariwisata Nusantara Jaya di Jakarta.
E. Paradigma Pengembangan Sekolah Unggulan
Sekolah Unggulan dapat diartikan sebagai sekolah bermutu namu dalam penerapan sekolah bahkan penerapan semua kalangan bahwa dalam kategori unggulan tersirat harapan-harapan terhadap apa yang dapat diharapkan dimiliki oleh siswa setelah keluar dari sekolah unggulan. Harapan itu tak lain adalah sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh orang tua siswa, pemerintah, masyarakat bahkan oleh siswa itu sendiri yaitu sejauh mana keluaran (output) sekolah itu memiliki kemampuan intelektual, moral dan keterampilan yang dapat berguna bagi masyarakat.
Untuk menyikapi semua itu, kita harus mengubah system pembelajaran yang selama ini berlaku disemua tingkat pendidikan yaitu adanya keterkungkungan siswa dana guru dalam melaksanakan KBM, Sistem yang maksud adalah system dimana Siswa dan Guru dikejar dengan pencapaian target kurikulum dalam artian guru dituntut menyelesaikan semua materi yang ada dalam kurikulum tanpa memperhatikan ketuntasan belajar siswa, disamping itu adanya anggapan bahwa belajr adalah berupa transformasi pengetahuan (Transfer of knowlwdge).
Pada sisi unggulan semua system itu seharusnya tidak diterapkan agar apa yang menjadi harapan siswa, orang tua siswa, pemerintah, masyarakat bahkan kita selaku pengajar dan pendidik dapat tercapai. Mari kita sama-sama merubah semua itu dengan mengembangkan Learning How to Learn (Murphi,1992: 21) atau belajar bagaimana belajar, artinya belajar itu tidak hanya berupa transformasi pengetahuan tetapi jauh lebih penting adalah mempersiapkan siswa belajar lebih jauh dari sumber-sumber yang mereka temukan dari pengalaman sendiri, pengalaman orang lain maupun dari lingkungan dimana dia tumbuh guna mengembangkan potensi dan perkembangan dirinya atau dengan kata lain belajar pada hakekatnya bagaimana mengartikulasikan pengetahu an-pengetahuan siswa kedalam kenyataan hidup yang sedang dan yang akan dihadapi oleh siswa.
Secara pribadi dalam hal mengembangkan sekolah kearah sekolah unggulan (sekolah bermutu) disamping perubahan-perubahan tersebut masih banyak hal yang perlu diperhatikan diantaranya : Sarana dan prasarana, Menejmen persekolahan,Visi dan Misi sekolah, Profesionalisme Guru dan lain-lain. Untuk Profesionalisme bukan berarti menguasai sebagian besar pengetahuan tatapi lebih penting adalah bagaimana membuat siswa dapat belajar, guru dan siswa disederhanakan agat tidat tercipta gep, adanya perilaku guru yang membuat siswa tersisih atau terpisah dari gurunya, guru dan siswa harus terjalin komunikasi agar dalam proses pembelajaran ada keterbukaan siswa mengeritik dan mengeluarkan pendapat. Sebab bukan tidak mungkin dengan pengaruh perkembangan teknologi siswa lebih pintar dari gurunya.
Itulah asumsi mengenai pengembangan sekolah unggulan, mudah-mudahan, pemerintah termasuk guru-guru seprofesi dapat menerapka hal tersebut bahkan mengembangkan lebih jauh lagi. Belakangan ini, eksistensi pendidikan secara berlahan-lahan telah menunjukkan titik pencerahan. Meskipun kondisi bangsa belum mengalami peningkatan good goverment seperti sekarang ini tetapi pendidikan dapat berjalan sabagaimana mestinya. Anak-anak bangsa memiliki semangat untuk belajar mandiri dan diharapkan kelak nanti menjadi tokoh dan penerus pemimpin bangsa ini. Tidak hanya itu, tingkat kesadaran masyarakat mulai tergugah menyekolahkan anaknya demi masa depan mereka sendiri.
Wacana menarik yang sempat menjadi bahan perbincangan oleh pakar pendidikan adalah munculnya sekolah unggulan dan eksistensi pendidikan pesantren. Sebagaimana kita lihat bahwa di beberapa kota besar telah menjamur sekolah unggulan belakangan ini. Sementara sebagian di pedesaan masih kuatnya sistem pendidikan pesantren. Dua model pendidikan tersebut masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan yang melengkapi. Paling tidak, asumsi dasar penulis menganggap bahwa ada sebuah hubungan yang sinergis antara dua model pendidikan tersebut .
F. Potret Sekolah Unggulan
Sekolah unggulan yang lahir belakangan, tentu berdasar pada inovasi kekinian dan sengaja dipersiapkan terhadap kebutuhan modernitas yang berkembang sangat pesat. Sebagai salah satu alternatif pendidikan kontemporer, sekolah unggulan berusaha menampilkan visi orientasi pendidikannya pada dataran realitas. Berbagai kemungkinan masa depan yang bakal terjadi, pendidikan unggulan mencoba menawarkan “nilai jual”, daripada “jual nilai” yang kehilangan realitasnya. Sekolah unggulan tentu saja mengadopsi dari beberapa sistem pendidikan.
Sampai sekarang, sekolah unggulan masih tergolong langka dan tidak semua orang dapat ‘menyentuh’ model sekolah itu. Sekolah unggulan mencoba tampil beda dari yang lain. Sistem pendidikannya dikelola secara profesional dan dilengkapi dengan fasilitas yang memadahi. Dari gedung sekolah sampai tempat pemondokan disediakan dengan sarana mewah. Alat-alat penunjang belajar tercukupi yang disediakan untuk anak didik. Bahkan lingkungannya pun memilih pada dataran yang benar-benar alami yang jauh dari polusi udara dan limbah kotoran.
Lain dari pendidikan pesantren, sekolah unggulan menekankan kedisiplinan belajar cukup tinggi. Karena itu, siswa yang tidak naik kelas atau nilainya rendah sudah barang tentu mendapat teguran (penyadaran). Model sekolah seperti ini memang ketat dan sangat formal yang tidak dimiliki pesantren atau sekolah lainya.
Model sekolah unggulan saat ini menjadi trend di tengah-tengah masyarakat. Menjamurnya model sekolah unggulan tidak lagi terdengar asing di telinga kita. Kebanyakan model sekolah tersebut terdapat kota-kota besar, seperti Jakarta, Bogor, tetapi sekarang sudah mulai merembet ke daerah-daerah tingkat II seperti yang ada di Jombang dan dibeberapa kota setingkat lainnya.
Seperti yang banyak dikemukakan oleh pakar pendidikan bahwa model sekolah unggulan merupakan terobosan baru untuk menjembatani antara dua sisi yakni kualitas ilmu-ilmu umum dan kualitas ilmu-ilmu agama. Di tengah era global yang sedang berjalan ini, dua nilai keilmuan tersebut harus dipadukan menjadi entitas yang utuh. Keilmuan umum (modern) tanpa dilandasi oleh nilai agama akan menyeret manusia kepada jurang kehancuran atau paling tidak bisa diklaim sebagai manusia sekuler. Sebaliknya nilai agama tanpa ditopang dengan nilai keilmuan umum akan tergilas oleh orang yang memiliki iptek yang canggih. Model semacam inilah yang seharusnya diterapkan oleh lembaga-lembaga pendidikan yang ada.
G. Model Pesantren
Pesantren sebenarnya termasuk pendidikan yang paling berjasa dalam pengkaderan ulama (orang yang berilmu). Namun kemudian karena pesantren diidentikkan dengan pendidikan kaum kiayi maka prosentase penminatnya semakin berkurang. Meskipun demikian pesantren telah membawa dampak yang berarti bagi dinamika pendidikan. Pesantren sebagai pendidikan non formal tentu sistem dan model belajar mengajarnya pun masih banyak memakai cara-cara konvensional, kecuali pesantren yang sudah agak tergolong modern.
Model pendidikan pesantren lebih banyak memakai cara-cara kultural dari pada cara-cara struktural. Dari perjalanannya, pesantren sedikit demi sedikit telah mengalami perubahan pada sistem manejerialnya, kecuali pesantren yang tergolong salaf. Ciri khas dari model pendidikan pesantren salaf adalah peserta didik kurang diajak terlibat secara aktif, hanya mendengar dan menirukan dan biasanya hanya menumbuhkan budaya “patuh” daripada proses penyadaran atau menumbuh-kembangkan daya kreativitas anak didik tersebut. Sementara ciri yang menonjol lainnya adalah kadar lamanya waktu ‘nyantri’ (belajar) yang menjadi patokan kesuksesan.
Namun, pesantren bukan berarti tidak mempnyai arti dalam realitas kehidupan masyarakat, justru pesantren banyak memberi andil dalam putaran pendidikan yang tergolong paling awal. Sebelum pendidikan formal muncul, pesantren terlebih dahulu menjadi miniatur belajar. Jadi pesantren merupakan cikal bakal lahirnya lembaga pendidikan. Sehingga kehadiran pesantren tidak hanya sebagai mediator proses belajar mengajar tetapi juga sebagai benteng kekuatan yang patut diperhitungkan ketika ikut mempelopori kemerdekaan bangsa ini.
Sebagai lembaga pendidikan, model pesantren sebenarnya dapat diambil ‘semangat’nya yang kemudian diterapkan pada suatu lembaga umum lainnya. Semangat itu adalah terletak pada ketekunan dan keuletan. Sebab pendidikan umum lainnya hanya mampu mengasilkan lulusannya dengan reputasi ilmu-ilmu umum. Sementara ilmu agama sangat sulit didapat di sekolah umum secara memadahi. Pendidikan model pesantren boleh jadi sebagai penopang terhadap pendidikan umum yang kurang memiliki besic keagamaan itu.
- Model Konvergensi
Agaknya, kita juga berpikir bahwa untuk memadukan antara model pesantren dan sekolah umum memang tidak mudah. Kendala utamanya adalah bukan terletak pada proses belajar mengajar di dalam kelas, tetapi terletak pada proses pembinaan secara intensif di luar kelas. Oleh karena itu, salah satu alternatif yang berusaha untuk memadukan dua model tersebut hanyalah model sekolah unggulan. Model pendidikan unggulan sudah menjadi kebutuhan paling urgent yang segera dapat menjawab dan memenuhi tantangan global itu.
Sekolah unggulan lahir sebagai salah satu tuntutan zaman dan upaya untuk mengurangi kesenjangan antara mutu pendidikan agama dan mutu pendidikan umum. Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan unggulan merupakan salah satu pendidikan memiliki daya saing dengan mutu luar negeri. Manejerial sekolah unggulan tertata rapi yang tersedia segala macam kebutuhan pendidikan. Memang, pendidikan semacam inilah yang sebetulnya kita harapkan supaya produktifitas dan tersedianya sumber daya manusia (SDM) secara berlahan-lahan terwujud dengan baik.
Namun model sekolah unggulan juga tidak terlepas dari kekurangan dan kelebihan. Misalnya, biaya kurang terjangkau oleh kelompok masyarakat kelas menengah kebawah. Selama ini, yang mampu untuk menyekolahkan pada sekolah unggulan tergolong anaknya para pejabat dan pengusaha yang berhasil. Sementara untuk orang-orang yang penghasilannya pas-pasan tentu juga berpikir kali lipat, karena masih banyak kebutuhan pokok yang juga membutuhkan biaya. Sehingga timbul sebuah kesan bahwa sekolah unggulan hanya milik orang kaya atau paling tidak dimonopoli oleh segelintir orang elit.
PENUTUP
Dari study evaluasi dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
- Sekolah unggulan merupakan sekolah yang memiliki kelebihan (unggul) di bidang tertentu baik bidang akademis, bahasa, agama dan keterampilan lainnya (Skill life).
- Untuk mengembangkan Sekolah unggulan perlu adanya tim litbang yang dapat menjamin obyektifitas dan nilai praktis yang sesuai dengan kondisi lapangan secara nyata.
- Hakekat pengembangan sistem pendidikan melalui agenda Sekolah unggulan sangat efektif untuk memberdayakan masyarakat dalam meningkatkan kualitas outputnya.
- Kualitas hasil belajar yang ditunjukan oleh siswa biasa merubah grafik kualitas Sekolah unggulan tersebut semakin menanjak, antara lain:
- Nilai yang dicapai siswa jumlahnya semakin meningkat, sehingga siswa berpeluang melanjutkan mencari sekolah Favorit;
- Prestasi yang diraih oleh siswa dalam berbagai event semakin meningkat;
- Motivasi berprestasi dikalangan siswa semakin membaik, sekalipun mengalami pertambahan jam pelajaran.
- Aktivitas guru, pustakawan, karyawan, dan laboran untuk meningkatkan propesionalisme semakin padat.
- Sarana dan fasilitas penunjang pendidikan lainnya semakin lengkap dan representatif.
- Secara keseluruhan lembaga-lembaga pendidikan biasa maupun unggulan berupaya semaksimal mungkin untuk meningkatkan kualitas pendidikan, mudah-mudahan hal ini dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’anul Karim dan Al-Hadits
Departemen Agama RI, Dirjen Pembinaan Agama Islam, Proyek Pembinaan Perguruan Agama
Islam, Pedoman Pembinaan Madrasah Tsanawiyah Negeri tahun 1998-1999.
Jalaludin, Prof. DR. H, Teologi Pendidikan, Rajawali Perss. Tahun 2001.
- Arief Rachman, M.Pd Majalah Suara Muhammadiyah, No.09/Th Ke-89/Mei 2004.
Nata, Abuddin. Prof. DR. H. Pendidikan Islam di Indonesia Tantangan dan Peluang, UIN Syarif
Hidayatullah, Tahun 1424 H/2004 M.
Rochyadi, Yadi. Drs.. M.Sc. Filosofi Kurikulum 2004, Dinas Pendidikan Kab. Bogor.
Susan Albers Mohrman, et.al., School Based Management: Organizing for High Performance,
San Francisco, 1994.
Daniel P. Hallahan dan James M. Kauffman, Exceptional Children: Introduction To Special
Education, New Jersey: Prentice-Hall international, Inc., 1991.
Murphi,DR. M.Pd. Pembelajaran aktif dan konfiratif Cv. Rajawali Prse tahun 1992