Kelulusan selalu memberikan euforia bagi para mahasiswa. Hal itu wajar, mengingat euforia merupakanbentuk rasa syukur bagi subyek kelulusan. Namun, perasaan tersebuttidak akan bertahan lama.Subyek kelulusan akanmenyesuaikan diri dengan tanggung jawabbaru, artinya perjuangan akan dimulai. Pada titik ini subyek kelulusan akan menemukan berbagai pertanyaan tentang; siapakah aku? Dari mana aku berasal? Bagaimana langkahku kedepan? Mengapa aku dibutuhkan?
Siapakah aku?
“Aku adalah orang yang mempunyai gelar strata 1 (S1)”. Menyandang gelar baru tentunya menambah tanggung jawab baru. Hal ini sesuai dalam PP No. 30 tahun 1990 Bab II Pasal 2 Ayat (1) tentang Tujuan Pendidikan Tinggi disebutkan bahwa: “….Lulusan perguruan tinggi harus memiliki tanggung jawab sosial, akademik dan profesional sehingga dapat menerapkan, mengembangkan dan menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian”. Serah terima bukti kelulusan (prosesi yudisium) merupakan awal dimulainya Tanggung jawab baru.Implementasinya melaluipeningkatan kompetensi lulusan perguruan tinggi, meliputi hard skills (infrastruktur)dan soft skills (suprastruktur) yang sudah diajarkan oleh perguruan tinggi.
Dari mana aku berasal?
“Aku adalah alumni mahasiswa STAI Ash-Shiddiqiyah”. Perguruan Tinggi dan Alumni harus bersinergi, mengapa? Karena para alumni telah menduduki posisi penting dalam kemajuan dan kemunduran sebuah perguruan tinggi.Selain itu hadirnya alumni tentu akan memberikan kepercayaan dan daya tariksendiri bagi masyarakat kepada perguruan tinggi. Setidaknya ada tiga alasan yang mendasar perlunya sinergitas antara Perguruan Tinggi dan Alumni: Alumni memiliki potensi dan kompetisi dalam membuat ruang publik dan opini publik demi “citra/nama baik Perguruan Tinggi”; Berperan dalam memberikan masukan berupa program nyata yang bisa memajukan Perguruan Tinggi; Menjadi sumber informasi dalam dunia kerja bagi lulusan baru.
Bagaimana langkahku kedepan?
“Melanjutkan jenjang pendidikan Magister (S2), berkarir, atau menikah”. Setidaknya tiga jawaban tersebut menjadi langkah awal dalam pengambilan keputusan mahasiswa yang menyelesaikan jenjang strata 1 (S1). Pengambilan keputusan tiga poin diatas tentunya harus menyesuaikan dengan kondisi dan situasi yang dialami subyek kelulusan. Kurang bijak jika orang yang sudah menikah akan memikirkan kembali untuk menikah, begitu seterusnya. Jika pengambilan keputusan tiga poin di atas tidak sesuai kondisi dan situasi yang ada di kehidupan para subyek kelulusan,kegagalan adalah jawabannya. Sekali lagi, jangan pernah takut dengan perjuangan setelah kelulusan.Memaksimalkan apa yang ada didepan kita merupakan modal awal dalam mencapai kesuksesan.
Mengapa aku dibutuhkan?
“Karena aku adalah subyek perubahan”. Cogito Ergo Sum “jika saya berfikir maka saya ada”. Begitulah jargon yang muncul abad-16 sekaligus menjadi bukti dikatakannya awal zaman modern. Pada konteks ini, kesadaran dari subyek kelulusan adalah subyek perubahan. Memanusiakan manusia, menjadi orang yang selalu bermanfaat di tengah-tengah masyarakat, inisiator dalam perubahan-perubahan yang ada di lapisan masyarakat, mengikuti berbagai organisasi yang ada di masyarakat,dan menjunjung tinggi akhlak di tengah-tengah masyarakat, adalah bentuk semangat atas kesadaran menjadi subyek perubahan. Hal ini sesuai dengan harapan ketua yayasan STAI Ash-Shiddiqiyah beliau romo KH. Anwar Shodik, S.IF dan Ketua STAI Ash-Shiddiqiyyah bapak Dr. Agus Sholikhin, S.Si., M.Pd.I. pada acara Yudisium Program Studi Manajemen Pendidikan Islam dan Hukum Ekonomi Syariah, Kamis, 26 November 2020.
Sekali lagi,… “Jangan pernah berhenti berproses danselalu berfikir positif dengan apa yang ada didepan kita adalah modal awal dalam mencapai kesuksesan”.
Lempuing Jaya, 28 November 2020
[Penulis Imam Royani Hamzah, M.E]