SEKILAS INFO
: - Kamis, 12-09-2024
  • 12 bulan yang lalu / Masa Penginputan Kartu Rencana Studi (KRS) dimulai tanggal 20 Agustus 2023 s/d 24 September 2023
Quo Vadis Kemandirian Ekonomi Pesantren

Datangnya pandemi Covid-19 yang tengah melanda masyarakat dunia saat ini memberikan kejutan yang begitu mengagetkan bagi kita semua. Kita tiba-tiba dipaksa untuk menjalani kehidupan yang tidak seperti biasanya (tidak normal). Jika biasanya kita menjalankan aktivitas sesuai dengan rutinitas, maka semua harus dihentikan secara tiba-tiba dan dilakukan dengan cara-cara baru (new normal).

Jika biasanya kita dapat berkerja di kantor (atau tempat kerja lainnya) seperti biasa, maka kali ini kita di larang untuk pergi ke kantor. Jika biasanya kita belajar di tempat pendidikan (baik sekolah maupun universitas) seperti biasanya, maka saat ini kita dilarang untuk pergi ke tempat pendidikan tersebut. Begitu juga dengan beribadah dan aktivitas luar ruangan lainnya. Semua dilarang untuk melakukan perkerjaan luar ruangan guna mencegah penularan dan penyebaran Covid-19.

Salah satu kalangan yang mengalami dampak luar biasa dari adanya pendemi ini adalah kalangan pesantren. Pesanten sebagai salah satu lembaga penyelenggara pendidikan di negara ini, juga harus ikut serta patuh kepada peraturan yang berlaku yaitu, agar tidak melaksanakan kagiatan yang kiranya dapat memunculkan kerumunan masa. Maka, hingga saat ini masih banyak pondok pesantren yang memulangkan para santrinya untuk belajar dari rumah. Seperti halnya sekolah dan universitas, pesantren juga merupakan lembaga pendidikan yang dalam penyelenggaraan pembelajarannya menjadikan kerumunan masa. Maka dari itu, pesantren juga mempunyai kewajiban untuk menjaga agar tidak terjadi kerumunan masa sesuai dengan aturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah.

Namun masalah yang muncul kemudian adalah masalah ekonomi. Pesantren, yang ekonominya ditopang oleh adanya santri yang mukin di pesantren, ketika tidak ada santri, berakibat pada melemahnya ekonomi di lingkungan pesantren itu sendiri. Jika ada santri, ekonomi di lingkungan pesantren akan tumbuh subur. Para santri akan mencukupi seluruh kebutuhan sehari-harinya mulai dari makan, minum, pakaian, peralatan sehari-hari sampai pada peralatan pendidikan. Semua itu biasanya tersedia di lingkungan pesantren (sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran dalam ilmu ekonomi). Namun ketika santri tiba-tiba tidak ada, maka ekonomi yang biasanya tumbuh di lingkungan pesantren secara otomatis akan mengalami mati suri.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah bagaimana cara menjadikan ekonomi pesantren menjadi lebih mandiri meski di tengah terpaan pandemi. Sebab jumlah pondok pesantren dan santrinya di seluruh Indonesia sangatlah banyak. Berdasarkan data dari Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementrian Agama (ditpdpontren kemenag), terdapat 27.722 pondok pesantren dan 4.175.467 santri di seluruh Indonesia. Tentu ini bukanlah jumlah yang sedikit dan jika kita mampu untuk mengelola dengan baik, bisa mempunyai potensi yang bagus dalam rangka pemberdayaan ekonomi pesantren. Bahkan, bukan hanya mampu menggerakkan ekonomi pesantren, melainkan juga mampu ikut serta menggerakkan perekonomian nasional secara umum.

Ada beberapa strategi yang kiranya dapat ditempuh dalam mewujudkan kemandirian ekonomi pondok pesantren. Pertama, literasi digital bagi kalangan pesantren. Hal ini penting terlebih saat ini kita memasuki era digital, atau sering disebut juga sebagai era revolusi industri 4.0. Era di mana semua hal sudah terkoneksi dengan internet. Kalangan pesantren tidak boleh ketinggalan dalam hal ini. Apalagi saat ada pandemi seperti saat ini, semua dipaksa untuk bisa terkoneksi di jarak jauh. Pesantren juga harus mampu menjalankan literasi digital. Hal ini juga untuk mempersiapkan para santri ke depannya agar mampu manguasai dunia digital yang arah ke depannya bisa sebagai salah satu keunggulan kaum santri untuk mencapai kemandirian secara ekonomi.

Kedua, meningkatkan program kewirausahan pesantren. Sudah jelas bahwa adanya pesantren menjadi penggerak ekonomi masyarakat sekitar. Dengan jumlah pesantren lebih dari dua puluh tujuh ribu dan jumlah santri lebih dari empat juga, maka ini menjadi potensi kewirausahaan yang luar biasa bahkan bisa menjadi penggerak ekonomi nasional. Maka program ke depannya, kalangan pesantren harus mulai memfokuskan pada pengembangan ekonomi pesantren. Ada banyak peluang yang dapat digarap, mulai dari pertanian atau perkebunan, peternakan, perikanan, industri tekstil, bisnis kuliner sampai pada budi daya tanaman hias yang belakangan sedang naik daun semenjak adanya pandemi Covid-19. Sektor lain yang lebih kekinian misalnya seperti industri kreatif, desain, fotografi hingga pengembangan aplikasi.

Ketiga, perlu adanya program wakaf produktif bagi pesantren. Program ini berupa wakaf, bisa berbentuk uang tunai, yang dijalankan secara produktif melalui berbagai badan usaha yang dimiliki oleh pesantren. Uang yang diputar untuk usaha pesantren ini sifatnya adalah dana tetap yang pada akhirnya juga tetap harus kembali menjadi dana wakaf. Adapun yang diputar adalah dana hasil dari badan usaha pesantren tersebut, kemudian di putar secara terus menerus hingga pesantren mendapatkan keuntungan yang lebih banyak lagi. Keuntungan ini dapat difungsikan sebagai pengelolaan pesantren sehingga pesantren akan lebih mandiri dalam segi perekonomiannya.

Keempat, pesantren perlu mempunyai Badan Usaha Milik Pesantren (BUMP). Ini merupakan lanjutan dari program di poin ke tiga, setelah adanya dana wakaf, maka pengelolaannya melalui BUMP. BUMP ini bisa terbentuk dari berbagai macam bidang, dan tidak melulu hanya tertuju pada koperasi pondok pesantren semata. Misal, salah satu contoh yang berhasil adalah seperti pondok pesantren Assalam di Solo yang sudah mampunyai Minimarket umum sebagai salah satu BUMP.

Terkahir yang tidak kalah pentingnya adalah, semua bentuk upaya untuk mencapai kemandirian ekonomi pesantren tentu memerlukan dukungan dari berbagai pihak. Mulai dari kalangan pesantren itu sendiri, masyarakat sekitar dan juga pihak pemerintah selaku stakeholder. Dengan adanya kerjasama yang kuat dari berbagai kalangan, maka kemandirian ekonomi pesantren bisa terwujud. Semoga!

 

Staf Pengajar di Jurusan Ekonomi Syariah STAI As-Shiddiqiyah Lempuing Jaya OKI

Bagikan :

TINGGALKAN KOMENTAR

Data Kampus

IAIN ASH-SHIDDIQIYAH

NSPTI : 347446868

Jalan Lintas Timur KM.123
KEC. Lempuing Jaya
KAB. Ogan Komering Ilir
PROV. Sumatera Selatan
KODE POS 30652

Kalender Masehi

September 2024
S S R K J S M
 1
2345678
9101112131415
16171819202122
23242526272829
30