Salam Khidmat, Darul Abror, M.Pd.I, (Wakil Ketua III, Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama)
Globalisasi: antara Peluang dan Tantangan Mahasiswa
Globalisasi merupakan proses yang menghasilkan dunia tunggal, dapat diartikan bahwa masyarakat di seluruh dunia menjadi saling tergantung pada semua aspek kehidupan baik secara budaya, ekonomi, maupun politik, pendidikan sehingga cakupan saling ketergantungan benar-benar mengglobal. Misalnya, dalam bidang politik, globalisasi ditandai dengan adanya kesatuan supranasional dengan berbagai cakupan blok politik dan militer dalam NATO (North Atlantic Organizatioan), koalisi kekuasaan dominan, dan organisasi berskala internasional seperti PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa). Selanjutnya, globalisasi dalam bidang ekonomi ditandai dengan peningkatan peran koordinasi dan integrasi supranasional, seperti EFTA (European Free Trade Association), EC (European Commission), OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries), perjanjian kerja sama ekonomi regional serta dunia, pembagian kerja dunia, dan peningkatan peran kerja sama multinasional. Globalisasi di bidang ekonomi dapat dipahami sebagai suatu proses pengintegrasian ekonomi nasional berbagai bangsa ke dalam sistem ekonomi global.
Oleh karena itu, sejak dicanangkannya penandatanganan kesepakatan GATT (General Agreement on Tariff and Trade), ditandatanganinya aneka kesepakatan lainnya, seperti NAFTA (The North American Free Trade Agreement), APEC (Asia Pasific Economi Conference), serta WTO (World Trade Organization), dan dilaksanakannya Structural Adjustment Program oleh Bank Dunia, pertanda globalisasi tengah berlangsung. Sebenarnya, ditinjau dari sejarah perkembangan ekonomi, pada dasarnya globalisasi merupakan salah satu fase perjalanan panjang perkembangan kapitalisme liberal, yang secara teoritis telah dikembangkan oleh Adam Smith. Dengan demikian, sesungguhnya globalisasi merupakan kelanjutan dari kolonialisme dan developmentalism. Sementara itu, globalisai di bidang budaya ditandai dengan kemajuan menuju keseragaman. Dalam hal ini, media massa, terutama televisi, mengubah dunia menjadi sebuah “dusun global”. Informasi dan gambaran peristiwa yang terjadi di tempat yang sangat jauh dapat ditonton jutaan orang pada waktu hampir bersamaan, sehingga pengalaman budaya, seperti selera, persepsi, dan pilihan relatif sama. Di samping itu, muncul juga bahasa Inggris sebagai bahasa global yang berperan sebagai alat komunikasi profesional di bidang bisnis, ilmu pengetahuan, komputer, teknologi, transportasi, dan digunakan sebagai alat komunikasi pribadi dalam berpergian. Di bidang teknologi komputer, program yang sama digunakan di seluruh dunia sebagai pola umum dalam menyusun dan memproses data serta informasi. Akhirnya, tradisi budaya pribumi atau lokal semakin terkikis dan terdesak, serta menyebabkan budaya konsumen atau budaya massa model Barat menjadi budaya universal yang menjalar ke seluruh dunia.
Budaya global juga ditandai dengan adanya integrasi budaya lokal ke dalam suatu tatanan global. Nilai-nilai kebudayaan luar yang beragam menjadi dasar dalam pembentukan sub-sub kebudayaan yang berdiri sendiri dengan kebebasan-kebebasan ekspresi. Globalisasi yang ditandai oleh perbedaan-perbedaan dalam kehidupan telah mendorong pembentukan definisi baru tentang berbagai hal dan memunculkan praktik kehidupan yang beragam. Proses integrasi masyarakat ke suatu tatanan global yang dianggap tidak terelakan inilah yang akan menciptakan suatu masyarakat yang terikat dalam suatu jaringan komunikasi internasional yang begitu luas dengan batas-batas yang tidak begitu jelas. Dengan demikian, selain arus orang dan barang, arus informasi merupakan suatu keuntungan dan sekaligus suatu ancaman yang sangat berbahaya. Misalnya, terbentuknya diversitas (perbedaan), pembentukan nilai jangka panjang, dan hilangnya humanitas (perikemanusiaan) . Demikian pula, CNN (Cable News Network) yang merupakan stasiun televisi internasional melaporkan mode-mode baru dari New York, Tokyo, Milan, dan Paris. Selanjutnya, fun berarti sekarang hiburan menjadi bisnis internasional, seperti film, musik, dan macam-macam kegiatan hiburan lainnya dikelola secara internasional .
Di belahan separuh dunia, orang secara jelas dan mudahnya dapat berbicara melalui telepon dikarenakan adanya fasilitas satelit. Dalam hal ini, berbagai orang dapat menyaksikan Pertandingan Sepak Bola Piala Dunia secara langsung di Dortmun, Jerman, lewat Satelit siaran langsung di televisi. Orang juga bisa berbicara lewat tulisan melalui internet, yang berarti tanpa ada sensor dari tangan siapapun. Dengan alat canggih tersebut, keglamouran dan kebebasan berlebihan yang terjadi di Hollywood, Amerika Serikat detik itu juga bisa disaksikan, misalnya, di Indonesia dalam waktu yang bersamaan.
Melalui internet, orang juga dengan bebas dapat mengakses gambar-gambar tubuh manusia secara vulgar, dan bahkan dengan adegan-adegan yang dapat merusak pikiran manusia. Fenomena globalisasi memang sudah tidak dapat dihindari lagi oleh siapapun, kecuali dia sengaja mengungkung diri menjauhi interaksi dan komunikasi dengan yang lain. Hanya saja yang perlu disadari dan mendapat catatan, di samping globalisasi membawa manfaat, namun juga mendatangkan madlarat. Oleh karena itu, harus pandai-pandai menyikapinya, misalnya, jikalau nilai-nilai yang terdapat dalam globalisasi itu positif maka tidaklah salah untuk mengambilnya, sebaliknya jika hal itu memang negatif maka harus dapat membendungnya. Dalam hal ini, ungkapan seperti al-akhdu bi al-jadid al-aslah (ambillah hal-hal yang baru yang sekiranya baik dan banyak mengandung maslahat) mungkin dapat dijadikan dasar pijakan. Apabila globalisasi itu memang memberi hal-hal, nilai, dan praktek yang positif yang tidak berbenturan dengan budaya lokal, nasional, dan terutama sekali nilai agama, haruslah menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia untuk mampu menyerapnya. Dengan kata lain, bagaimana agar nilai-nilai positif yang ada di Barat, atau bahkan di belahan negara lain yang masuk dapat dipraktekkan di tengah-tengah masyarakat.
Budaya positif tersebut mencakup disiplin, kebersihan, tanggung jawab, egalitarianisme, kompetisi, etos keras, penghargaan terhadap orang lain yang membutuhkan bantuan, demokratisasi, dan semacamnya. Sebaliknya, yang harus disadari, globalisasi juga banyak mengandung hal-hal yang negatif. Misalnya, karena globalisasi mengaburkan batas-batas budaya, akibatnya aneka budaya seluruh umat di jagat raya ini mudah diakses dan ditiru lewat media televisi maupun internet. Oleh karena itu, dengan mudah orang mengakses gaya, model, prilaku, atau cara berbusana yang pada hakikatnya bertentangan dengan nilai-nilai akhlak yang mulia. Dampak yang tidak baik pun dapat dirasakan, terutama bagi kalangan anak-anak dan kaum remaja. Dapatlah disaksikan, bahwa budaya yang semacam itu, yang kebanyakan terjadi di Barat dan tidak terkecuali di Indonesia, telah membawa prilaku sex bebas, sebuah prilaku yang tidak bertanggung jawab. Siapa yang mampu bertarung di era globalisasi ini??, mereka adalah orang yang tidak silau melihat zaman kemesan ini, bukan mengikuti hawa nafsu, melainkan focus untuk meraih cita-cita dan masa depannya dengan hati dan kreatifitas yang berakhlaq.
Peran Dan Tanggung Jawab Mahasiswa STAI Ashiq untuk Indonesia
Istilah mahasiswa sangat berbeda dengan istilah siswa, baik disekolah atau madrasah. Dalam kamus besar Indonesia dijelaskan bahwa siswa adalah murid tingkat sekolah dasar sampai sekolah menangah atas, sedangkan mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi. Dimaksudkan bahwa menjadi suatu keharusan mahasiswa memiliki potensi yang lebih dibanding dengan siswa dalam aspek multidisliner keimuan, baik pendidikan, ekonomi, sosial, politik dan lain-lain.
- Sosial Control Vs Kebijakan
Aktifitas dan gerakan mahasiswa harus disesuaikan dengan makna etimologinya, maha dan siswa, tentunya memiliki makna yang besar dalam memberikan sumbangsih terhadap lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat dan pemerintah. Seseorang yang sudah menyandang gelar mahasiswa diharuskan secara mandiri dapat beradaptasi dan melakukan control sosiologis dimanapun, kapanpun, dan dalam keadaan apapun.
Chief J. O. Udoji seperti dikutip oleh Sholichin Abdul Wahab telah mendefinisikan kebijakan publik sebagai berikut ;“an sanctioned course af action addressed to a particular problem or group of related problems that affect society at large” (suatu tindakan bersanksi yang mengarah pada suatu tujuan tertentu yang saling berkaitan dan mempengaruhi sebagian besar warga masyarakat). Salah satu contoh kecil dalam analisis kontrol sosial terhadap kebijakan pemerintah tentang “peraturan sertifikasi guru akan dihapus”, hal ini tentunya sangat memberikan efek serius terhadap kondisi publik, baik ekonomi, sosial, pendidikan dan psikologisnya.
Syafaruddin menyatakan kebijakan publik adalah hasil pengambilan keputusan oleh manajemen puncak baik berupa tujuan, prinsip maupun aturan yang berkaitan dengan hal-hal strategis untuk mengarahkan para manajer dan personel dalam menentukan masa depan organisasi yang berimplikasi pada kehidupan masyarakat. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah keputusan-keputusan yang dibuat oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dimasyarakat. Dalam pembuatan kebijakan terdapat tahap-tahap yang harus dilewati agar suatu kebijakan dapat disusun dan dilaksanakan dengan baik. Kebijakan yang dimunculkan sebagai sebuah keputusan terlebih dahulu melewati beberapa tahap penting. Tahap-tahap penting tersebut sangat diperlukan sebagai upaya melahirkan kebijakan yang baik dan dapat diterima sebagai sebuah keputusan.
Disinilah peran mahasiswa sebenarnya yang juga sudah tercantum dalam Tri Hharma Perguruan Tinggi kita, yakni Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian di Masyarakat. Dalam bidang pendidikan bukan hanya datang, masuk, duduk dan diam, kemudian pulang, melainkan apa usaha sebagai seorang mahasiswa dalam menganalisis dalam perkembangan kebijakan pendidikan, dan reform geverment nya bukan harus dengan otot dan suar keras dengan aksi demontrasi saja, melainkan bagaimana memberikan ide-ide dan gagasan-gagasan melalui media koran, majalah, buletin baik terkait fenomena sosial yang aktual dan faktual. Inilah dunia maha anda..!!!! Selamat datang, dan cobalah untuk berjuang memperjuangkan diri anda untuk berubah dari masa lalu, masa sekarang kepada pola pikir dan paradigma masa yang akan datang. Demikian dengan penelitian dan pengabdian masyarakat, kejelian dan kreatifitas harus menjadi bagian modal utama dalam melakukan inovasi-inovasi sosial akademik, baik kebijakan intern kampus maupun di luar kampus. Siapa saja yang mampu dan bisa untuk berubah kreatif dan inovatif?????,, dia adalah seseorang yang memiliki tekad sekuat baja dengan melakukan proses berulang kali dan bukan hanya sekedar konsep saja, malainkan dengan tindakan yang nyata sejelas-jelasnya. Meminjam bahasa John Lims, dalam bukunya Just Money, beliau menyatakan bahwa perubahan seseorang itu bisa terjadi karena dua hal, yakni Tindakan dan Sekarang!, cobalah dengan penuh optimisme untuk meraih masa depan yang lebih gemilang dari hari ini atau hari yang lalu.
- Agen of Chage Vs Problem Solver
Mahasiswa harus mampu menjadi pelopor gerakan pembaharuan (reform movement) dalam bidang apapun, bukan hanya sesuai dengan program studinya masing-masing, melainkan pembaharuan dalam sistem, pola dan model gerakan sosial akademik kemahasiswaan yang sesuai dengan kondisi dan keadaan yang ada. Inilah sebenar tantangan globalisasi kepada bangsa Indonesia dengan menuntut mahasiwa untuk lebih aktif, kreatif dan inovatif serta memiliki visi kedepan yang jelas dan sejelas-jelasnya untuk masa depan anda. Konsep visioner dan futuristis itu sepertinya penting bagi anda yang ingin sukses dimasa yang akan datang, sesuai apa yang pernah disampaikan oleh dale carnagie bahwa salah satu ciri orang besar adalah selalu berpikir di masa yang akan datang, bukan yang lalu atau sekarang, globalisasi memberikan beberapa pilihan.
Banyak jalan menuju roma, kalimat yang sering kita dengar. Hal itu bukan suatu hal yang sulit dan menyulitkan, melainkan bagaimana sebagai mahasiswa mampu membangun komitmen dan integritas dirinya sebagai sosok yang visionaris, futuris dan humanis. Konflik adalah hal yang biasa, jadi bukan menjadi suatu urusan baru, melainkan masalah yang harus diselesaikan dengan fitrahnya, jika meminjam bahasa Paulo Freire “The Man’s Ontological Vocation” Fitrah manusia Sejati. Artinya bahwa mahasiswa STAI As-Shiddiqiyah selain mampu menjadi pembaharu dilingkungan keluarga, sekolah dan masyarakatnya, juga harus mampu menyelesaikan problem melalui multi Upproach, baik itu komunikasi, politik, ekonomi dan pendidikan tentunya. Jika memakai jalur politik, Ibnu Khaldun pernah menyampaikan bahwa “Kekuasaan dan politik memiliki tujuan substansial yang seharusnya diformulasikan untuk kemanusiaan, karena keduanya secara naluri berkait dengan fitrah manusia dan pola pikirnya yang condong kepada maslahat. Disisilain, Hakikatnya manusia cenderung hidup menetap dalam komunitas. Mulai dari unit sosial terkecil, yakni keluarga hingga ke bentuk komunitas yang lebih besar seperti masyarakat dan bangsa.
Karena itu, manusia khususnya yang berderajat sebagai para “Thalabul ‘Ilmi” (Mahasiswa) punya peran penting dalam ikut serta menyelesaikan permasalahan dilingkungan masyarakatnya, lebih-lebih permasalahan yang ada pada tingkat apartur pemerintah Indonesia saat ini yang belum secara proporsional melaksanakan tugasnya dengan profesional. Secara keseluruhan budaya kampus adalah budaya yang berakhlak mulia. Kampus semestinya menjadi pelopor dari perubahan kebudayaan secara totalitas yang bukan hanya nilai-nilai ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga tempat persemaian dari pengembangan nilai-nilai akhlak kemanusiaan. Selain berperan aktif sebagai pelopor pembaharuan dalam kampus, mahasiswa juga harus tetap menjaga nilai-nilai akhlaq dengan konsep memanusiakan manusia sesuai yang diungkapkan oleh Gusdur, Jalaluddin dan Paulo Friere, dalam arti bahwa setiap mahasiswa punya hak dan kewajiban masing-masing dengan tetap memberikan kesempatan secara profesional dalam ikut serta membangun peradaban modern yang tetap menjunjung culture akademik berbasis pesantren.
- Keaktifan Berorganisasi
Salah satu upaya dalam membangun, mengasah dan mengembangkan pola pikir, mental, public speaking, public relation, pengalaman akademik, serta upaya strategis dan taktis guna mencapai puncak prestasi sebagai praktisi kreatif, dengan menjadikan organisasi sebagai bagian wadah yang memiliki visi dan misi jelas dan terarah dengan lebih komunikatif dan elegan. Organisasi merupakan suatu wadah dalam mengembangkan skill dan kompetensi diri dengan pola pikir yang lebih maju, kritis, adaptif dan komunikatif serta demokratis. Efektifitas pola kaderisasi internal maupun ekternal juga sangat mempengaruhi pola pikir, dan masa depan mahasiswa secara konstruktif. Bagaimanapun, untuk memahami suatu organisasi dimasa depan kita membutuhkan kontruksi pola pikir tentang organisasi yang muncul pada realita kehidupan. Sering penulis sampaikan bahwa “setiap mahasiswa tidak akan merasakan lezatnya menjadi mahasiswa jika tidak berorganisasi”, karena keaktifan dalam berorganisasi adalah suatu kebutuhan dan keharusan untuk mulai mengasah dan menambah pengalaman akademik agar lebih kritis, kreatif, inovatif dan komunikatif dengan tetap cerdas mengelola waktu agar tidak menjadi MAPALA (Mahasiswa Paling Lama) dalam perkuliahan, artinya mampu membagi skala prioritas dalam aktifitas, “aktif di organisasi itu penting, akan tetapi juga ada yang lebih penting “proses kuliah”, bahkan ada juga yang paling penting, “masa depan”. Mengelola waktu sebaik dan setepat mungkin adalah bagian terpenting dalam sebuah proses apapun.
Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) As-shiddiqiyah telah memberikan peluang dan kesempatan kepada seluruh mahasiswa dalam mengembangkan kemampuan dan keterampilannya masing-masing melalui beberapa wadah keroganisasian, baik organisasi intern maupun ekstern. Adapun organisasi internnya antaralain;
Pertama, DEMA (Dewan mahasiswa), suatu wadah internal mahasiswa dalam mengelola, mengembangkan dan mengarahkan potensi mahasiswa dengan beberapa departemennya, baik departemen pendidikan dan kajian ilmiah, seni budaya, olahraga, kepramukaan “RACANA”, keagamaan, dan departemen entrepreneurship mahasiswa. Ini adalah wadah yang menjadi peluang bagi setiap mahasiswa untuk berkarya dengan multi pendekatan yang dimiliki oleh mahasiswa masing-masing, jika anda hobi dalam bidang olahraga, maka anda bisa membuat program dan club maupun kegiatan lain mengenai olahraga yang setiap kegiatannya mendapatkan anggaran dari kampus, dan kampus memberikan anggaran tersebut dengan tetap berbasis pada efektifitas dan nilai kegiatan tersebut.
Kedua, HIMAPRODI (Himpunan Mahasiswa Program Studi), merupakan wadah inspirasi, kreatifitas dan segala bentuk kegiatan kemahasiswaan bagi mahasiswa di masing-masing program studi dengan mendapat bimbingan dan arahan dari ketua program studi masings-masing secara langsung dan kontinue. Secara tehnis implementasinya, program HIMAPRODI terintegratif dengan organisasi lainya baik intern maupun ekstern tetap disyahkan selama tidak melewati batas-batas akademik dari perguruan tinggi. Upaya serius dari pengurus dalam menjalankan program juga menjadi icon penting dalam pelaksanaan program yang tentunya mendapat dukungan maksimal dari mahasiswa di masing-masing program studi, baik program studi Hukum Ekonomi Syari’ah maupun Manajemen Pendidikan Islam.
Ketiga, DPM (Dewan Perwakilan Mahasiswa), merupakan wadah yang befungsi untuk merencanakan kebijakan, undang-undang dan peraturan-peraturan lain terkait dewan mahasiswa dan organisasi lainnya yang termasuk dalam organisasi intern kampus. Selain itu juga berfungsi sebagai wadah yang mengevaluasi kinerja pengurus organisasi intern kampus, baik pada evaluasi kinerja pengurus, implementasi program dan kualitas serta dampaknya bagi kampus dan public.
Sedangkan organisasi ekstern di STAI Ashiq, terdapat beberapa organisasi, antaralain;
Pertama, PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), merupakan organisasi ekternal yang memiliki tujuan membantu mahasiswa untuk mengembangkan potensi akademik dan non akademik dengan tetap berlandaskan pada ahlusunnah waljama’ah, yang sudah memiliki sistem, pola kaderisasi, manajeman dan kepengurusan dari pengurus besar di Jakarta sampai pengurus rayon di setiap prodi bahkan kelas dalam setiap kampus se-Indonesia. Selain itu, PMII juga membuka jaringan berpikir seluas-luasnya dengan tetap menjaga almamater dan mengedepankan visi dan misi organisasi.
Kedua, GEMASABA (Gerakan Mahasiswa Satu Bangsa) merupakan organisasi yang dilahirkan oleh tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama’ dan praktisi politis di dalamya guna membentengi mahasiswa untuk tetap menjaga tradisi dan silaturahmi antar mahasiswa se-Indonesia, dengan keterkaitan secara politis, maka organisasi ini akan diperkenankan bagi mahasiswa yang sudah semester atas dengan pertimbangan adanya pemikiran yang lebih dewasa dan bijak. STAI Ashiq tetap mendukung seluruh kegiatan kemahasiswaan selama itu memang terdapat nilai-nilai kemaslahatan bagi mahasiswa, kampus dan publik.
- Berakhlak dan Berintegritas
Kewajiban mutlak yang harus dilakukan oleh setiap mahasiswa STAI Ashiq adalah harus menajaga almamater STAI Ashiq dimanapun, kapanpun dan dalam keadaan apapun. Menjadi penting dalam eksistensi dalam ikut serta menjadi mahasiswa yang cinta terhadap almamater STAI Ashiq. Hal ini juga disampaikan oleh kaum eksperimentalis, bahwa pendidikan itu tidak hanya berarti memberikan pelajaran kepada subjek didik agar dapat menyesuaikan diri terhadap situsi kehidupan nyata, tetapi lebih dari itu adalah tempat meningkatkan kualitas hidup manusia dengan mempertinggi pengalaman moral. Terkait dengan ini, M. Athiyah al-Abrasyi mengatakan bahwa inti pendidikan Islam adalah pendidikan budi pekerti (akhlak). Jadi, pendidikan budi pekerti (akhlak) adalah jiwa pendidikan dalam Islam. Mencapai akhlak mulia (al-akhlaq al-karimah) adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan Islam. Di samping membutuhkan kekuatan dalam hal jasmani, akal, dan ilmu, peserta didik juga membutuhkan pendidikan budi pekerti, perasaan, kemauan, cita rasa, dan kepribadian.
Dari penjelasan di atas, perlu analisis secara kritis bagi mahasiswa, pertama, proses pendidikan hakekatnya merupakan pembentukan kepribadian. Masyarakat kampus haruslah masyarakat yang berakhlak. Bukan semata-mata hanya wahana untuk meningkatkan kemampuan intelektual, dan kemahiran dalam bidang tehologi saja, melainkan juga melatih kejujuran, kebenaran, dan pengabdian pada masyarakat yang tulus dengan akhlaq dan integritas yang tinggi. Kedua, Peran mahasiswa di masyarakat sangat penting, sebagai agen of change, salah satu upayanya adalah mahasiswa harus mulai mengembangkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan program studinya agar siap ikut serta menyelesaikan problematika di desanya sendiri apalagi di daerah yang termarjinalkan. Hal ini menjadi tantangan serius bagi kawan-kawan mahasiswa ketika melaksanakan tri dharma perguruan tinggi kedepan, lebih-lebih dihadapkan dengan multi tentangan dan peluang di era globalisasi.
Ketiga, Tanggung jawab yang juga sangat penting adalah tanggung jawab terhadap diri sendiri, yakni penguatan akhlaq, tentunya hal ini sangat berpengaruh kepada keluarga, lingkungan dan publik umumnya. Kemampuan intelektual harus dibarengi dengan akhlaq yang baik, tiada guna ilmu yang tinggi tanpa akhlaq, sama dengan makluk lain yang tidak berakal. Globalisasi memberi peluang bagi mereka yang mampu menjaga akhlaqnya, bukan saja bagi mereka yang memiliki modal dan kecerdasan yang lebih. Hal ini seirama apa yang disampaikan oleh Prof. Jalaludin, dua ciri utama pribadi yang berakhlak mulia, yakni iman dan amal saleh, amal saleh adalah aktivitas yang dilandasi oleh nilai-nilai imani. Dengan demikian, peran dan tanggung jawab mahasiwa di era globalisasi membutuhkan media dan sarana yang tepat, serta efisien. Untuk itu, akhlaq menjadi modal utama di era globalisasi, baik untuk aktif dalam organisasi, pengabdian di masyarakat maupun ikut serta berperan aktif di institusi dasar. Realitas dunia ini membutuhkan peran yang serius dan focus untuk mengembangkan menjadi suatu pola maslahat, tentunya hal ini menjadi bagian tujuan semua unsur, akan tetapi tidak semua manusia bisa melakukannya, karena heterogenitas latar belakang pendidikan menjadi bagian dari perbedaan intrepretasi dalam sebuah pemikiran. Untuk itu, dengan heteroginitas tersebut, STAI Ashiq siap untuk menghantarkan anda menuju gerbang masa depan menuju kesuksesan yang nyata tanpa kebohongan, melainkan masa depan dengan akhlak ala pesantren.