
Beberapa waktu terkahir, publik ramai membicarakan kelangkaan bahan bakar minyak, atau lebih tepatnya bahan bakar minyak jenis solar. Belum jelas apa penyebab sebenarnya. Namun banyak yang menduga, ini merupakan buntut dari perang antara Rusia dan Ukraina.
Rusia, sebagaimana kita maklum, merupakan negara pemasok bahan bakar utama dunia. Akibat perang, Rusia banyak dikenai sankdi oleh banyak negara. Salah satunya sanksinya adalah boikot produk-produk asal Rusia, termasuk bahan bakar. Inilah salah satu faktor yang diduga menjadi penyebab kelangkaan bahan bakar solar. Imbasnya, menjalar ke berbagai aspek. Salah satunya, pada sektor pemenuhan kebutuhan pangan nasional.
Pendeknya begini, dalam proses pendistribusian bahan pangan di seluruh tanah air, perlu adanya mobilitas dari satu daerah ke daerah lain. Proses mobilitas ini membutuh bahan bakar kendaraan. Jika bahan bakarnya tidak ada, atau ada tapi jumlahnya sedikit, maka harganya pasti akan meroket. Jika bahan bakar mahal, otomatis bahan pangan juga akan mahal.
Kenaikan harga pangan sudah mulai terlihat di beberapa negara. Sebut saja, negara besar dengan ekonomi terkuat di dunia, Amerika Serikat. Merujuk dari laman Katadata.co.id, menunjukkan angka inflasi Amerika Serikat terus meroket seiring adanya perang di Ukraina. Pada Februari 2022 lalu, inflasi di negara paman sam tembus di angka 7,9% yoy. Ini merupakan rekor tertinggi dalam 40 tahun terkahir.
Selain Amerika, Jerman juga yang turut serta menderita kenaikan bahan kebutuhan pokok akibat perang. Merujuk dari laman Kompas.com, melaporkan bahwa periode Februari 2022 inflasi di Jerman tembus di angka 7,6% yoy. Angka ini merupakan angka tertinggi sejak 1981. Akibat kenaikan inflasi ini, harga bahan pebutuhan pokok di Jerman merangkak naik kisaran 20 hingga 50 persen.
Sedangkan dalam konteks Indonesia, merujuk laporan resmi Bank Indonesia, inflasi periode Februari sebesar 2,03% yoy. Angka ini lebih tinggi pada bulan sebelumnya di tahun yang sama diangka 1,84% yoy. Meski masih terkesan aman, namun kita tetap harus mewaspadai potensi kenaikan bahan kebutuhan pokok. Terutama di sektor pangan.
Sebenarnya, tanda-tanda peningkatan harga bahan pokok sudah mulai terasa. Salah satu contohnya, kelangkaan minyak goreng yang sempat menghebohkan jagad maya beberapa waktu lalu, bahkan sampai saat ini. Minyak goreng tiba-tiba langka dan menghilang di pasaran. Selain itu, tentu saja harganya menjadi sangat mahal. Bahkan sempat beredar berita, ada yang kehilangan nyawa akibat antre beli minyak goreng.
Selain itu, bahan pangan yang terbuat dari gandum seperti mie instan dan roti juga belakangan santer diberitakan mulai naik. Asalnya, lagi-lagi dari perang Ukraina, yang mana negara tersebut menjadi pengekspor utama gandum. Ketika negara tersebut perang, maka pasokan gandum akan berkurang dan menjadikan segala produk pangan turunan dari gandum harganya naik.
Maka dari itu, kita perlu mengatur strategi agar selamat dari krisis pangan. Langkah awalnya, negara harus bisa memastikan pasokan bahan pangan cukup untuk seluruh penduduk yang ada di negeri ini. Salah satu caranya, yaitu melalui peningkatan bahan pangan lokal dan mengurangi bahan pangan impor. Dengan penguatan bahan pangan lokal, kita tidak lagi bergantung dengan negara lain untuk mencukupi kebutuhan pangan.
Selain itu, hal lain yang tidak kalah pentingnya yaitu harganya terjangkau. Artinya, meskipun bahan pangan tersedia, namun juga harganya terjangkau oleh kemampuan beli masyarakat, terutama masyarakat daerah. Harus sesuai dengan daya beli masyarakat. Di sini, kinerja pemerintah melalui tim pengendali inflasi, baik pusat maupun daerah diperlukan secara maksimal. Terlebih, sebentar lagi kita menghadapi momentum lebaran yang biasanya kebutuhan bahan pangan meningkat tajam. Dengan demikian, antisipasi krisis pangan harus benar-benar kita lakukan. Wallhu a’lam!
Oleh Misbahul Munir
Salah satu Staf Pengajar di Prodi Ekonomi Syariah STAI Ash-Shiddiqiyah
Tulisan ini telah terbit di Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat Edisi Kamis, 21 April 2022.